3 Maret 2006, siang hari.
Saya dan seorang kawan pergi menuju selatan kota Jogja, tepatnya menuju arah Jalan Bantul. Tuntas melewati kota Bantul, kami mengarahkan sepeda motor kami ke arah timur, menuju salah satu gua maria yang menurut orang cukup unik, gua Maria Ganjuran. Yang menjadi keunikan dari gua Maria ini adalah adanya patung bernuansa Khatolik, dalam sebuah candi. Sekilas nampak seperti ada perpaduan budaya, ketika Candi dikonotasikan dengan Hindu dan Buddha, dengan Khatolik dari patung yang dipuja oleh para penganutnya. Namun itu tak sama sekali mengambil perhatian saya untuk merekamnya.

Setelah ngalap berkah dan cuci muka dengan air keran yang segar, saya berkeliling di sekitar mencari sesuatu yang menarik untuk direkam.Di depan candi, terdapat sebuah pelataran yang nampak seperti sebuah altar, lengkap dengan kursi yang terjejer rapi, membentuk dua shaft. Jika ini bukanlah gereja, maka ini adalah sebuah kapel. Bangunan ini sederhana, hanya ditopang oleh tiang-tiang di semua sudutnya yang berupa bambu, dan atapnya yang berupa rumbai sangat teduh, baik ketika berada di dalam bangunan maupun ketika hanya melihatnya dari kejauhan.


Kapel Ganjuran
Di saat memandangnya dari luar, satu hal yang membuat saya menarik ialah pohon-pohon pinus yang berderet menjulang tinggi mengelilingi bangunan tersebut. Kehadiran pinus-pinus ini juga seolah-olah memberi ketentraman batin dan menjernihkan pikiran yang terbebani kehidupan di kota Jogja.





Kehadiran pinus-pinus ini tak sekadar penghias, ia juga memberi keteduhan bagi yang bernaung di bawahnya. Bagi sebuah situs gua maria, fungsi pohon seolah-olah menjadi "tangan-tangan" sang Tunggal, yang melindungi manusia-manusia. Bukan patung, bukan candi, tapi pinus. Keunikan Ganjuran seolah-olah tak memberi makna baru yang signifikan bagi para pengunjung. Ia hanyalah medium pembawa pesan, tak kurang dan tak lebih.

Foto-foto menggunakan filter Cokin : sephia dan skylight.