Bali.
Daratan mimpi. Saya dan keenam teman saya pula bermimpi di Bali. Di hari pertama, kami tidak bermimpi. Kami berjalan dalam realita yang seolah tak berujung untuk masuk dalam mimpi. Untunglah, mimpi pertama kami jauh lebih hebat dari mimpi yang kami harapkan. Sebuah rumah, atau tepatnya sebuah villa tropikal lengkap dengan taman menjamu kami dalam mimpi. Sudut demi sudut keindahan menyegarkan dahaga otak kami yang lelah selama perjalanan kami.

Mimpi kedua. Kami menuju daerah Pecatu, merujuk pada satu batas laut, sebuah pantai bernama Padang-Padang. Sebuah pantai berkarang dengan pasir putih dan air yang jernih menemani kami dalam menikmati bintang laut dan terbenamnya matahari. Keramaian membuat kami malu-malu dalam melepas hasrat kami, sehingga kesan kaku menghinggap kami dalam menikmati pantai yang satu ini. Jelas kami seperti orang yang masih baru dalam bermimpi, berbeda dengan sepasang bule yang sudah lihai dalam memanfaatkan mimpinya. Si bule meninabobokan ia dan pemimpi sekitarnya dengan alunan panci modifikasinya yang menghasilkan nada-nada penuh damai, sementara wanitanya mendengarkan dengan santai sambil menyulam.

Mimpi ketiga. Kami berkendara menuju Kuta, mencari toko yang menjual minuman beralkohol. Sesampainya di swalayan, jejeran botol purwa rupa membuai mata kami, dan menelanjangi pikiran kami, hingga ke dompet kami. “Lossss jaa, pokoknya!” kata-kata itulah yang bertubi-tubi keluar dari mulut kami, yang belakangan kami sadari, agak jahanam juga ternyata :p. Lantas kami kembali ke Ubud dan segera melayang ke dalam mimpi tamasya yang memabukkan, meski kenyataannya hanya mampu memabukkan satu teman saja.






















Mimpi keempat. Alih-alih menuju alam pantai berceruk-ceruk, kami dibawa oleh satu anggota dadakan, seorang perempuan yang dibalut mimpi-mimpi yang digadang-gadang oleh media, ke satu beach club di kawasan Seminyak. Begitu tiba, kami semua terkesima. Wajah club itu diluar imaji kami semua. Begitu masuk, kami dibuat lebih takjub dan sekaligus kecewa. Takjub karena tempat ini benar-benar pintar bersolek dan menempatkan diri. Sentuhan-sentuhan estetik tersebar dari tutup sedotan hingga kabel lampu. Lantas merek-merek berjatuhan bagai atom, tersembunyi namun tetap menyita fokus. Apa daya, kami kecewa, sebab tak akan bisa langsung bermimpi. Tampilan-tampilan artifisial yang ilusif ini tak mempan untuk meninabobokan kami. Namun apa lacur, nasi sudah jadi bubur. Dah, losss jaaa!

Mimpi kelima. Kami mencoba hal baru, bermimpi secara maraton. Dua situs langsung kami sambangi dalam waktu sehari, yaitu Taman Tirtagangga dan Taman Ujung. Kedua tempat ini menyihir kami, dan paling sukses menenggelamkan kami dalam keeabadian mimpi. Gaya demi gaya bak model pun kami tiru, demi melengkapi kesempurnaan ini. Ahhh, tempat ini benar-benar bisa membuat Anda abadi. By the way, menurut orang Bali, pasangan dilarang untuk berkunjung ke Taman Ujung lho, soalnya bisa-bisa relasinya bisa putus. Sesumbar narasumber, Taman Ujung ini dibuat oleh Raja, dimana ruangan untuk raja dan permaisurinya terpisah. Lokasi situsnya yang ada di ujung ini juga ditafsirkan sebagai persimpangan suatu hubungan. Naga-naganya, pasangan yang ke sini akan berada di ujung “jalannya”, dimana dia harus bisa mengambil keputusan, lanjut atau bubar. Okay, enough with the odds…

Mimpi keenam adalah penutup yang sepadan menurut saya. Disini saya sempat mengalami apa yang disebut Leonardo Di Caprio sebagai inception. Mimpi di laut Bali membawa saya ke mimpi masa kecil di laut kota kecil nan permai bernama Cilacap dan mimpi saya beberapa tahun silam di laut Jawa. Nuansa berada di tengah-tengah atau batas ambang, abu-abu, menyegarkan pikiran saya yang kerap lupa ini. Lumba-lumba hidung botol pun memperdaya saya, dan mungkin kami semua para pemimpi  yang hadir di kawasan Lovina tersebut. Ia seolah-olah mengejek dengan segala kebisaannya, mencuri fokus tiap mata yang memandang, dan membodohi kami semua. Biarlah, biar saya bodoh, yang penting mimpi saya berjalan sesuai rencana.

Mimpi saya pun berakhir di hari ketujuh. Nota menumpuk, dan rupiah meluncur deras entah ke mana. Sejenak saya berpikir, apakah ini nyata, atau hanya mimpi?

------------------------------
The Rembols.