September,11.
Awalnya, adalah hari yang biasa. Awalnya, tak pernah berpikir akan ekspetasi apapun. Ya, hari ini tanpa target, tanpa tujuan untuk dituju. Semua seperti apa yang disenandungkan oleh John Mayer, mereka semua termasuk ordinary people, sama layaknya Ia. Tetapi bumi hanyalah dunia fana, dan oleh karenanya ia dibentuk oleh fantasi-fantasi bodoh manusia. Ia pun demikian, Ia melakukannya. Lamunannya kali ini agak jauh.

Binder dalam tasnya sudah lama, lapuk. Jejak rekamnya selama SMA. Ia enggan membuangnya, alasan klise tentunya. Banyak memori menarik yang tersimpan dalam setiap goresan dan balutan stiker yang menyelubungi sekujur binder. Hanya kertasnya yang baru, sama seperti garis hidupnya, seolah baru dan siap dijejali coretan baru yang absurd.

September, 21
Ia sibuk. Sibuk ini, sibuk itu. Bungkus ini, bungkus itu. Mobil sudah siap di depan sejak semalam. Tinggal angkut, selesai sudah. Ia seka keringat dari wajahnya, membasuhnya dengan air, dan membersihkannya dengan handuk yang sangat pantas untuk dijadikan relik. Ia undur diri, menyerahkan kunci, dan kembali pulang. Cukup sudah pengalaman yang didapat di tempat itu, pikirnya.
Ia berkendara begitu santai, tak peduli siang menyengat. Toh sudah biasa, toh sudah kepalang tanggung. Habis ini langsung mandi dengan air di rumah lama akan begitu segar, itu pasti. Lamunan kembali datang, akan tetapi tak ada ekspetasi. Nyatanya, begitu melihat kasur, sejenak melemaskan otot nampaknya pilihan bijak. Ternyata bukan, itu tidak bijak. Sama sekali tidak.

September 10
Tiada yang menarik hari ini. Ia berjalan saja, mengikuti kemana mata dan lamunan membawanya.

September 23.
Ini hari bahagia. Begitu jarum panjang dan sangat tipis itu mengarah ke detik 1, ia membenamkan diri ke dalam telepon genggamnya. Asyik. Ucapan selamat, doa, dan semua fantasi diolah menjadi satu bait pujian, untuk dilayangkan dengan sangat sederhana dan non-emosional. Selamat, dan bla-bla-bla.

September 15, begitulah Ia harap.
Ia lupa. Semua nampak kabur, begitu pula lamunannya. Laiknya lingkaran, ia tak kemana-mana. Semua hanya berhenti. Melihat dari jauh, melihat dirinya dan diri Ia, pada semula yang berangkat di titik yang sama, menggariskan diri ke arahnya masing-masing. Ia seperti x, dan ia seperti y. Tak bertemu, namun satu garis telah terbentuk diantara mereka, menorehkan alur yang dapat dibaca oleh orang lain, terkecuali ia dan Ia.