Satu malam, sekelompok anak-anak, laki-laki dan perempuan, berkumpul. Aneh memang, namun tidak untuk mereka. Malam itu adalah malam yang genting. Mereka sengaja meluangkan waktunya yang padat hanya untuk malam itu belaka, meski pada kenyataannya tak semua orang yang mereka duga turut merapat. Malam itu mereka hendak melaksanakan apa yang mereka rencanakan beberapa malam sebelumnya. Segala alat dan tetek bengeknya pun sudah mereka tempatkan, agar malam itu, semua berjalan dengan mulus.

Anak-anak ini, tak ubahnya anak-anak yang lain. Tingkahnya kadang mudah terbaca, imajinatif, ceroboh, sesekali melawan, tapi tak jarang pula mereka berlaku santun. Karakter anak satu dengan yang lain pun unik, begitu pula dengan raut wajah mereka yang menorehkan sifatnya masing-masing. Meski usia anak-anak ini baru seumur jagung, relasi pertemanan mereka sudah terbentuk sejak lama, atau setidaknya pada malam itu, atmosfir di sekeliling mereka seolah mengamininya.

Ruangan dimana mereka malam itu berkumpul terasa hangat dengan kehadiran bocah-bocah tengil ini. Di situ tidak ada lampu, namun itu sudah diantisipasi mereka. Salah seorang anak sudah menyiapkan lampu laser yang diembat siang tadi dari kamar kakaknya yang gemar keluyuran tak tentu arah di kala malam. Lampu itu tak terang, tapi itu sudah cukup untuk mereka, toh masih ada cahaya bulan yang mengintip di balik jendela. Lagipula, lampu laser ini memberi nuansa syahdu pada tembok-tembok, yang kadang membuat mereka merasa geli sendiri. Ini karena lampu itu membentuk pola-pola hati dan bulan sabit berwarna hijau dan merah yang bergerak kesana-kemari.

Pada malam yang temaram itu, mereka duduk membentuk lingkaran, mengelilingi satu objek di tengah mereka. Mulanya, mereka hanya berpandangan satu sama lain. Mata yang saling bersirobok itu penuh dengan rasa penasaran dan keraguan atas objek yang duduk diam di depan mereka. Namun tak satupun dari mereka yang terdorong untuk bergerak menjamah objek tersebut. Meski ada pula tiga dari antara mereka, dua laki-laki dan satu perempuan, yang terus mengetuk jari dan kuku mungilnya ke lantai. Alih-alih mengambil tindakan yang berarti, beberapa dari mereka menggerakkan tubuhnya ke bawah, sebentar-sebentar ke kiri dan ke kanan, dengan mata yang memicing sesekali, berusaha untuk mengenali dan menerka, Mereka seolah menunggu komando atau sekedar tanda-tanda untuk bisa melakukan sesuatu dengan objek tersebut.

Objek itu berbentuk kubus sempurna dengan ujung tumpul di tiap sudutnya. Benda dari kayu ini tidak terlihat tua meski banyak guratan-guratan samar terlihat di tiap sisinya. Justru benda ini terlihat terawat, mengingat wujudnya yang bersih. Di bagian atas kotak, terlukis deretan wajah beberapa laki-laki dan perempuan yang semuanya tersenyum. Tiap wajah dilukis dengan detil dengan gaya yang unik lengkap dengan senyuman di tiap wajah. Sementara di sisi vertikalnya, terdapat satu ukiran terpola yang melingkari setiap sisi, yang membentuk simbol manusia bergandengan tangan, tak terputus. Di atas ukiran tersebut terdapat garis yang juga melingkari, yang nampak seperti sebuah batas, memisahkan bagian atas dan bawah kotak. Lalu di salah satu sisi, terdapat sesuatu yang nampaknya berfungsi sebagai kenop untuk membuka tabir di balik kotak. Semua itu dapat dilihat oleh anak-anak ini, walaupun bayangan-bayangan mereka menambah kegelapan di sekitar kubus tersebut.

Akhirnya, salah satu dari mereka mulai angkat bicara. "Oke..., yuk kita buka kotak ini". Si pemecah kesunyian ini mulai mencondongkan badannya, menggerakkan kedua tangannya dengan perlahan-lahan. Tangannya sudah seinci dari kotak sebelum akhirnya satu anak perempuan berambut keriting semakin mempercepat detak jantung teman-temannya yang sudah berdegup kencang dengan berujar, "dor!" Serta merta mereka semua menoleh ke si keriting dengan dahi berkerut-kerut. Mata yang polos dan cengiran si keriting menyambut tatapan tajam kawan-kawannya. Untunglah, anak-anak ini segera melupakan lelucon garing itu dan kembali memerhatikan kotak aneh yang jadi alasan mereka berkumpul malam itu.

Kali ini, perempuan yang sedari tadi gregetan langsung mengambil langkah sigap mengambil kotak itu. Kedua tangannya sempat tertekan, mengetahui ternyata kotak ini cukup membebani tangannya. Namun ini bukan halangan. Ia lalu meletakkan kotak tersebut di depannya, sementara yang lain mulai menggeser tempat duduknya masing-masing dan mulai mendekat ke kotak. Si pengambil pun mulai meraba-raba kotak, mulai dari lukisan di sisi atas, menelusuri ukirannya, sebelum beralih ke bagian yang nampak seperti kenop. Kenop itupun ditekannya. Tak terjadi apa-apa. Dua kali ia melakukannya. Sama seperti sebelumnya. Ia pun mencoba menarik kenop tersebut dengan penuh harap, tapi jarinya justru terpeleset. Bukan ini caranya. Tak hilang akal, ia mencoba menggeser ke kiri dan ke kanan, nyatanya tak jua memberikan hasil yang berarti. Kesal dipermainkan, ia pun spontan mendorong spontan kotak itu hingga bergeser cukup jauh dan baru berhenti ketika ujungnya terantuk lutut satu anak laki-laki, yang rupanya juga penasaran sedari awal.

Anak ini pun diam berpikir, alisnya naik turun menunjukkan bahwa dia sedang berpikir. Ia lalu menempelkan jempol dan telunjuknya pada ujung-ujung kenop dan memutarkannya ke kiri, berlawanan dengan arah jarum jam. Kenop itu pun mengeluarkan suara berderit-derit namun pelan, dan semua anak secara tak sadar mengedipkan matanya satu kali. Merasa berhasil, si anak dengan percaya diri memutar kenop dengan tenaga lebih. Tiga detik, lima detik, tujuh detik, namun kotak ini tetap tak bereaksi lebih jauh. "Coba arah sebaliknya", ujar semua temannya dengan nada hampir serempak. Akhirnya, kenop pun diputar ke arah berlawanan. Tiga detik, lima detik, tujuh detik berlalu. Di detik kesebelas, gerakan muncul dari kotak aneh itu, seketika menghentikan jari si anak yang memutar kenop. Bagian atas kotak mulai terangkat perlahan, namun berhenti tepat di derajat dimana tak satupun dari anak-anak ini bisa langsung melihat isinya. Satu anak pun sigap menyerahkan satu tangannya untuk membuka kotak tersebut, hingga akhirnya, kotak itu mulai membuka tabir yang selama ini disimpannya.

---

Pintu diketuk, dan seorang anak dari balik pintu menyambut si pengetuk. Anak itu mendongak, dan si pengetuk dengan ramah mulai mengonfirmasi nama yang tertera pada paket yang sedari tadi di tangan kirinya. Mendengar namanya disebut, si anak ragu-ragu menjawab balik. Si pembawa paket sempat heran, namun melihat mata si anak menyiratkan kejujuran, ia pun menyerahkan paket itu ke kedua tangan si anak dan melenggang pergi. Si anak termangu menatap si pengetuk tadi yang mulai pergi meninggalkannya. Kehilangan yang dipandang, si anak pun segera duduk di tempat, dan mulai membuka paket. Paket itu berisi kotak kayu dengan secarik kertas di atas kotak. Di bawah kata 'untuk', tertera nama-nama orang yang adalah teman dekat si anak itu.

Kaliurang, 2013.