Genre    : Documentary
Director : Michael Moore
Length   : 91 mins
Country : USA

Cikal bakal dokumenter investigatif ala Michael Moore

Apa yang terjadi kemudian apabila suatu perusahaan besar melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran? Bila bicara konteks Indonesia, tentu ada pihak yang spontan menjawab akan terjadi demonstrasi besar-besaran pula, namun di sisi lain, yang pertama kali terjadi tentunya adalah adanya pengangguran. “Roger & Me” adalah film dokumenter panjang pertama Michael Moore yang menceritakan dampak peristiwa PHK besar-besaran pekerja GM (General Motors), salah satu perusahaan otomotif terbesar seantero Amerika Serikat. Michael Moore, seorang fimmaker dokumenter yang lahir di Flint, salah satu kota di USA, menelusuri peristiwa PHK oleh GM yang terjadi dan berimbas pada kota kelahirannya itu. Merosotnya tingkat ekonomi di kota Flint mendorong Michael untuk mencari Roger Smith, Chairman GM, untuk datang dan melihat efek domino dari pemecatan yang dilakukan perusahaan otomotif tersebut.

“Roger & Me” dipaparkan dengan gaya investigatif dan ia sendiri in-frame di dalam filmnya, yang kemudian menjadi salah satu gaya khasnya dalam membuat film dokumenter, sebagaimana bisa kita saksikan dalam filmnya yang lain, semisal “Sicko” (2007). Pada “Roger & Me”, kita akan digiring untuk mengikuti perjalanan Michael Moore menemui si kapitalis, Roger Smith, mulai dari mencari rumah-rumah bergaya manor di Flint hingga ke clubhouse yang elit. Di sisi lain, ia pula mewawancari beberapa orang yang terpengaruh oleh PHK, mulai dari warga yang terusir dari rumahnya, deputi yang memaksa keluar warga yang tidak bisa membayar hipotek rumahnya, hingga seorang manajer Taco Bell, waralaba fast food ternama yang menjadi jalan keluar para mantan pekerja GM. Pola cerita yang diangkat oleh Michael Moore disini mirip dengan yang dilakukannya dalam film “Sicko” yang mengangkat tentang persoalan isuransi kesehatan di Amerika, bagaimana ia berusaha untuk menunjukkan relasi sebab-akibat antara si “pelaku” dan “korban” selama film berlangsung. Bukannya menyajikan pelaku dan korban secara terpisah sebagaimana skema penceritaan dalam film dokumenter panjang pada umumnya, Moore justru mencampurkan-adukannya. Konfrontasi yang digambarkan oleh Moore disini jelas ingin menegaskan relasi yang kuat antara pelaku dan korban, yang berujung pada dampak yang sangat dirasakan oleh para korban.

Selain itu, pada dua film Michael Moore yang saya sebut tadi bisa kita lihat bahwa pembuat film selalu berpedoman bahwa gambar visual adalah bukti autentik yang berfungsi sebagai fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, Moore tidak hanya mewawancari warga yang diusir rumahnya, tetapi ia juga memperlihatkan proses pengangkutan barang-barang dari dalam rumah ke luar yang dilakukan oleh deputi. Ada lagi bagaimana kondisi ekonomi yang terpuruk benar-benar mempengaruhi kehidupan kota Flint, yang ia tunjukkan dengan deretan rumah kosong dan peningkatan populasi tikus, lalu peningkatan kejahatan yang linier dengan penuhnya penjara yang membuat Flint harus membuka satu penjara baru, dimana pada saat pembukaan, penjara melakukan open house dan banyak masyarakat menghadiri dan membayar untuk menginap semalam disana. Sedangkan di film “Sicko”, kita akan melihat wawancara seorang pegawai call-center perusahaan asuransi yang memaparkan sulitnya meminta dukungan finansial kesehatan pada seorang yang sakit, yang diikuti oleh gambar teks berderet super panjang jenis penyakit secara alfabetis yang tidak ditanggulangi oleh perusahaan asuransi tersebut.

Format film dengan mode investigatif biasanya meletakkan posisi sutradara yang cenderung netral, dan membiarkan penonton menilai sendiri. Namun ini tidak berlaku bagi Michael Moore, dimana ia memberikan posisi yang jelas dimana ia berpihak, yang dengan mudah kita lihat, entah itu di tengah film, atau di akhir film. Film investigatif juga menggunakan banyak footage dari sumber luar, karena film gaya seperti ini cenderung dibuat setelah peristiwa terjadi. “Roger & Me” juga menyuguhkan banyak sekali footage-footage luar. Bedanya, Michael Moore juga menggunakan footage luar bukan hanya untuk menunjukkan realita yang terkait dengan cerita, tetapi juga menggunakannya hanya sekedar untuk menggambarkan apa yang dipaparkannya. Disini, Michael Moore memanfaatkan audio visual sebagai visualisasi kreatif belaka. Misalnya, pada awal film ia menceritakan kembalinya ke Flint dengan dukungan visual hitam putih seorang anak yang baru pulang perang kembali ke rumah dan bertemu dengan ayah dan ibunya. Gaya-gaya visual yang semacam ini tampak dalam film investigatif Michael Moore selanjutnya, seperti “Sicko”. Ini semakin menegaskan standar gaya film dokumenter investigatif ala Michael Moore.

Pada akhirnya, dengan menggunakan kacamata sebagai penonton biasa, kita akan mudah menikmati film “Roger & Me”, atau lebih tepatnya, mudah dalam menangkap pesan film ini secara umum. Akan tetapi, blending yang dilakukan Michael Moore disini membuat kita akan cukup sulit dalam menangkap detail-detail argumen yang dipupuk, karena arus informasi yang disampaikan sangat deras. Film “Roger & Me” yang notabene memaparkan gambaran besar yang detil akan kerja sistem ekonomi suatu perusahaan besar sekelas GM, bisa saja hanya akan ditangkap sebagai keangkuhan sebuah perusahaan besar yang sangat kapitalistik.