Genre    : Documentary
Director : Ken Wardrop
Length   : 6 min
Country : Ireland

Tubuh, Media Universal
Film ini menceritakan pengalaman seorang ibu yang pula merupakan ibu dari Ken Wardrop, sutradara di balik film berdurasi 4 menit ini. Film ini berusaha merekam sepenggal perjalanan ibunya yang sudah renta melalui pandangan diri terhadap tubuhnya. Film yang memiliki kesan seperti sebuah diary personal seorang ibu ini menyoroti kecintaannya pada makanan, juga kerinduannya pada suaminya yang telah lama meninggal. Yang menarik disini, tubuh menjadi media sang ibu untuk bercerita, bagaimana tubuhnya yang membesar gara-gara kesukaannya terhadap makanan, lalu misalnya lagi, bagaimana suaminya dulu memandang tubuhnya. Ketika dibawa ke konteks yang lebih luas, film ini hendak mengangkat kegundahan seorang wanita, dimana posisinya sebagai seorang istri, ibu, dan secara lebih hakiki lagi, sebagai manusia. Usia yang terus bertambah membuatnya semakin berjarak dengan lingkungannya, dan itu tercermin dari bentuk tubuhnya yang keriput, menyiratkan dirinya seolah tidak lagi menarik. Namun Ken Wardrop mencoba mengangkat kegalauan tersebut dengan menempatkan ibunya sebagai oposisi. Karena disini, subyek dalam film justru mencintai bentuk tubuhnya. Optimisme ini bisa dilihat dari perspektif ibunya dalam bercerita.

Demi menangkap persoalan ini, Ken Wardrop menggiring penonton melalui gambar-gambar statis namun mendetail pada lekukan tubuh ibunya yang telanjang bulat, dimana nuansa keanggunan terasa sekali disini. Pemilihan angle-nya pun membuat ibunya terkesan misterius, karena selain wajah ibunya tidak diperlihatkan secara jelas, ia membangun suasana latar yang sepi dan suram. Pemilihan gaya bercerita dengan menggunakan voice over ini memang mencitrakan film ini laiknya sebuah diari, sehingga eksplorasi visual pun menjadi penting agar penonton bisa membayangkan imaji akan kisah yang dipaparkan oleh ibu Ken.  Di sisi lain, ini menguatkan pembacaan saya bahwa Ken tidak cuma ingin menceritakan persoalan ibunya, tetapi ingin membicarakan persoalan wanita. Akan tetapi, eksplorasi visual yang berkutat pada detail tubuh seperti puting, perut, kaki, pantat harus ditempatkan secara efisien, agar tidak mengganggu intepretasi penonton. Disini, film Ken terselamatkan oleh durasi filmnya yang pendek (4 menitan), sehingga gambarnya tidak membuat bosan penonton dengan visual yang terus terfokus pada tubuh ini.

Pada akhirnya, tubuh memang mencerminkan karakter manusia. Oleh karenanya, ketika ia diusung menjadi media untuk bercerita melalui kerangka film, adalah sesuatu yang sangat dimungkinkan. Meski tubuh dalam beberapa konteks tertentu merupakan sesuatu yang sangat personal dan intim, namun tubuh bisa menjadi media yang universal, karena bila kita bicara dalam konteks komersialisasi, tubuh juga merupakan produk yang umum “dijual”, dan karenanya, ia bisa beralih menjadi konsumsi publik. “Undressing My Mother”, adalah salah satu contoh film yang tepat untuk melukiskan hal tersebut. Di lain hal, “Undressing My Mother” juga menjadi contoh bahwa kita sebenarnya bisa membuat film dokumenter dengan subyek yang berada di sekitar kita, bahkan yang memiliki kedekatan secara emosional sekalipun.